Senin, 02 Januari 2012

GO TO DJOGJA


Go to djogja

            Pagi itu aku bangun tidur pukul 9 pagi, maklum lah sedang ada libur semesteran jadi bisa bangun agak siangan dikit. Oh iya perkenalkan namaku Muhammad Aditya Prathama Rendragraha. Panjang banget kan namanya? Jadi biar lebih gampang nyebutinnya nanti aku ganti aja sama nama Mang Udin.
Setelah aku bangun, aku langsung pergi kedepan tv tapi bukan buat nonton tv melainkan untuk tidur lagi di kursi sudut panjang yang nyaman. Sebelum melangsungkan kegiatan tidur aku sempetin baca sms semalem yang sengaja gak aku baca. Paling smsnya cuma mama minta pulsa, transfer-transfer, atau mungkin kakek minta kain kafan. Gak jelas banget pokoknya yang sms di hpku.
Ketika kulihat kotak masuk ternyata ini beda, ini sms dari temenku Dimpil yang bernama asli Dimas Wisnu Oldila/Aldila aku agak lupa nama yang paling belakang. Di dalam smsnya dia mengetik ‘Mang ntar malem rapat dirumah lo, jangan lupa bawa makanan yang banyak.’ Saat itu aku baru ingat kalau besok senin ada acara ke Jogja ma anak-anak.
Aku bergegas mandi setelah membaca sms itu walaupun gak ada hubungannya sama sekali antara isi sms dan mandi. Tubuh terasa segar setelah mandi karna hari ini aku mandi sempurna, lalu muncul pertanyaan apa itu mandi sempurna? Mandi sempurna adalah mandi kayak orang-orang biasa. Biasanya aku mandi masih pakek celana dan hanya sikat gigi, cuci muka, basahin tangan ma kaki dan basahin rambut biar kelihatan seger.
Singkat cerita malam sudah menjelang di daerah pedalaman Ethiopia bagian desa Kalanglundo yaitu tempatku tinggal. Aku telah berdandan rapi dengan pakaian seformal mungkin untuk menemui para undangan rapat nanti malam. Sebenarnya rapatnya bukan di rumahku yang ini tapi dirumahku yang satunya lagi yaitu di pedalaman Somalia bagian Wirosari tepatnya di pandean.
Jam di hpku sudah menunjukan pukul 17:22 waktu Ethiopia bagian pedalaman, sudah saatnya meluncur ke Somalia untuk menyiapkan tempat rapat walau aku belum tau berapa orang yang ikut rapat. Makanan sudah kusiapkan yaitu warneng super keras dan kuwaci super tipis untuk jamuan nanti dan berharap mereka tidak rapat lagi disini, bikin repot orang saja.
Tamu-tamu mulai berdatangan mereka adalah Kenching (denny), wahkun (wahyudi), plolong (anggi), dimpil (dimas), boqi (diki), Yono (rian), kojek (joko). Sepertinya Cuma itu anggotanya karna aku sedikit lupa. Malam itu kami membahas tentang keberangkatan dan telah disetujui kalau berangkat jam 8 dan group dibagi 2 kubu antara kubu Somalia dan Zimbabwe.
Paginya aku bangun jam 6 pagi dan bergegas mandi. Ketika aku didepan kamar mandi aku mengalami kegalauan yang luar biasa antara mandi sempurna dan mandi biasa, aku berpikir lama sekali dan kira-kira sudah 20 detik aku berpikir dan memutuskan untuk mandi sempurna. Setelah mandi aku mengambil banyak makanan agar tetap kenyang pada perjalanan nanti. Pukul 6:30 aku berangkat dari pedalaman Ethiopia menuju Somalia yang jaraknya kira-kira 10KM dengan kecepatan cahaya kupacu motorku menuju Somalia berusaha agar tidak terlambat. Benar saja orang-orang sudah berkumpul menungguku menyambut dengan gembira kedatanganku sampai-sampai Plolong mengalungkan rangkaian kalung bunga padaku, hatiku rasanya sangat bangga pada teman-temanku yang menyambut dengan sorak sorai meriah. (aslinya sih bukan begitu, aslinya kita saling emosi nunggu orang gak dateng-dateng.)
Dari tempat kumpul kami langsung jalan ke perempatan terdekat. kubu kami terdiri dari Dimpil, Yono, plolong, aku, kojek, dan tambahan yang semalam tidak ikut rapat adalah Billy (ares), Bay (bayu). Kami berusaha menumpang truk-truk yang lewat, namanya juga Gembel gak punya duit. Lama sekali nunggu truk gak ada yang lewat lalu kami ingat dengan peribahasa lama ‘kalau cari akar gak ada, pakai rotan aja’ dengan  kepercayaan akan peribahasa tersebut kami memutuskan untuk naik bus aja dan berganti gelar dari “Gembel” menjadi “BGB” (Bukan Gembel Biasa) gelar ini sungguh membantu kepercayaan diriku secara pribadi.
Namun kepercayaan diri itu tidak berlangsung lama dikarenakan konflik pertama dalam cerita ini muncul. Konfliknya adalah dengan apa kita membayar saat naik bus nanti, sedangkan aku hanya berbekal uang 130ribu poundsterling saja?
“gimana sob, gak ada duit buat naik bus ni?” eluh si Billy. “masak iya kita mau nunggu truk disini terus? Ntar jadwalnya kacau.” Lanjutnya.
“sebentar aku akan berpikir dulu” si Dimpil mulai berpikir. Dengan kepalanya yang relativ besar serta otak yang aku yakin tak sebesar kepalanya, dia dapat berpikir cepat dibandingkan orang-orang yang terlahir sebagai autis.
Ternyata kecepatan berpikir Dimpil dikalahkan oleh kecepatan penglihatan Plolong yang matanya besar seperti mata belalang. Konon mata itu dapat mengeZOOM samapi 10.000 kali lipat dari ukuran asli. “lihat siapa yang jadi kernet di bus itu!” seru Plolong. Kami melihat kearah yang ditunjuk Plolong yang ternyata kernetnya adalah adik kelas kita dan sebut saja namanya Paidi karna aku tak tau nama sebenarnya. “Di sini!” panggilku “iya mas ada apa?” “ini busmu mau ke purwodadi kan? Kita bertujuh ini bayar 20 bath saja ya!” tawarku pada Paidi. “wah gimana ya mas seharusnya kan bayarnya 70 bath, tapi aku tanyakan pada supirnya dulu.” Saat Paidi berbalik ingin meninggalkan kerumunan kami, aku cegat dia dan memasukkan uang 50 bath di kantungnya dan berbisik. “ini aku kasih pelancar, nanti bilangin supir kamu kami bayar penuh ya!” dengan senyum simpul Paidi mengacungkan jari tengah ke arah surti yang dilanjutkan mengacungkan jempolnya kearah kami.
“gimana mang, berhasil kamu nawarnya?” tanya Kojek
“berhasil dongn Mang udin...” jawabku bangga. “jadi kita seharusnya bayar 70 bath tapi aku sudah nyogok kernetnya 50 bath supaya kita dapat naik Cuma dengan 20 bath.” Jelasku pada mereka.
Semua bergembira karna dapat naik bus dengan harga murah lalu konflik pertama dalam cerita ini berakhir seiring kita naik bus menuju purwodadi.
Saat bus baru berjalan beberapa jengkal Bendot (ardia) mengesemesin Dimpil kalau dia mau ikut kami ke Djogja. Bendot menunggu bus di depan kuburan paling angker se-asia tenggara dan tak jauh dari sana ada operasi polisi.
Ketika melihat operasi polisi aku bingung kenapa orang-orang pada berbalik arah? Tapi aku tetep berpikir positif, mungkin mereka yang balik arah ingin buang air besar ketika melihat rompi hijau polisi, dan memang warna hijau itu dapat menyebabkan alergi pada mata yang melihatnya dan memutuskan untuk berbalik arah.
Bendot yang bernama asli Ardia Zainal Abidin ini naik bus dengan wajah berseri-seri dan berperut buncit walau dia belum mandi dan hanya mencuci muka, terlihat dari mulutnya yang masih kental dengan iler putih.
Jam di hpku sudah menunjukan 9:30 waktu Kenya bagian utara. Tak lama kemudian aku mendapat sms yang berisikan kalau kubu Zimbabwe telah mendapatkan truk menuju purwodadi. Aku merasa sebagai penggembel yang gagal ketika itu, kenapa sebagai penggembel aku tak bisa mendapatkan truk seperti mereka? Apa kurangnya diriku dibanding mereka? Apa aku kurang ganteng? Apa aku kurang PD? Apa aku kurang sakti? Ketika sampai pada kata ‘sakti’ aku teringat pada sosok Wahkun yang memang sakti mandraguna.
“he cuk, kubu Zimbabwe udah dapet truk, katanya mereka dah sampai di danyang.” Seruku pada teman-teman yang sedang bersenda gurau.
“iya, ni aku juga dapet sms, mereka nambah orang si Tuwek (duwik) dan si Peppy (noval).” Kata Kojek yang sedang baca sms di BBnya. Gila ni anak gembel bawanya BB bener-bener BGB.
Perjalanan naik Bus terasa lama karna Busnya sering berhenti naik turunkan penumpang. Ketika itu aku dalam keadaan PW (posisi Wahyudi) sedang ngobrol dengan Bendot dan membaca tulisan-tulisan dipinggir jalan. Tiba-tiba terjadi hal yang aneh tulisan-tulisan dipinggir jalan itu berubah menjadi tulisan Wahyudi, ternyata bukan aku saja yang mengalami hal aneh itu si Billy yang ngaku-ngaku sebgaia artis tapi tidak terkenal juga mengalami hal yang sama.
“ek krim walls Wahyudi, tambal Wahyudi, Warung makan Wahyudi.” Aku membaca tulisan dipinggir jalan yang sebenarnya adalah es krim walls magnum, tambal ban, warung makan sukses. “terima servis Wahyudi, barang ecer harga Wahyudi, rumah Wahyudi.” Seru Billy yang juga membaca tulisan dijalan-jalan yang sebenarnya terima servis laptop, barang ecer harga grosir, dan memang yang terakhir adalah rumah wahyudi.
Rumah wahyudi memang mencolok dengan tengkorak ala mak lampir di pajang di depan rumahnya dan sajen yang diletakkan di atas genteng membuat rumahnya berhawa mistis. (sebenarnya rumah wahyudi biasa saja tapi disini aku buat-buat supaya menunjang karakternya sebagai ahli nujum.)
Fenomena membaca tulisan berubah menjadi Wahyudi berlanjut entah apa yang diperbuat wahkun pada kami ini, sampai suatu ketika sms datang padaku yang berisikan kalau si Mbakin (sandy) ingin ikut ke jogja. Kusuruh dia menunggu di pinggir jalan untuk mencegat Bus yang kita tumpangi.
Singkat cerita lagi Mbakin sudah berada dalam Bus dan kita juga sudah memasuki wilayah pedalaman Tanzania lebih tepatnya Purwodadi, Kubu Zimbabwe sudah menghubungi kami kalau dia sedang berada di depan rumah sakit Permata bunda yang didepannya ada patung ibu sedang menggendong anaknya. Kami berhenti disitu, terlihat ada 6 orang disana yaitu Kenching, Boqi, Wahkun, Tuwek, Peppy, Bassong (hamim) yang aku lupa sebutkan pada rapat kemarin malam padahal dia ikut rapat. Gak penting juga sih kalau disebutkan.
Berhubung dalam bus sangat penuh sesak dengan para penumpang yang lain, kubu Zimbabwe memutuskan untuk naik keatas atap, tetapi dilarang oleh pak supir dengan terpaksa kubu Zimbabwe ini berdesak-desakan dengan penumpang yang lain dalam Bus.
Sesampainya di simpang lima Kenya kami semua turun. Saat di simpang lima ini aku teringat jaman dulu saat disini. Bukan... bukan waktu mangkal meskipun ini tempat mangkalnya bencong-bencong pada malam minggu, melainkan teringat oleh Pentol Manohara. Pentol yang lembut dan saos yang nikmat membuat Pentol punya tempat tersendiri dalam lidahku. Jika kalian suatu hari mampir ke simpang lima Kenya ini aku saranin kalian harus nyoba deh, bukan nyoba Pentol Manohara tapi nyoba godain Bencong-bencong yang mangkal “SEDOOOT OOOM...” Mampus lu ntar dikejar kejar!!
Di simpang lima Kenya ini aku mengganti bajuku dikarenakan aku tadi memakai baju seperti orang mau Khondangan, maklum lah alasanku sama orang tua adalah mau pergi piknik dan untuk meyakinkan mereka aku berdandan yang rapi biar kayak orang yang mau piknik. Walhasil aku menjadi pria terganteng dari rombongan Silir BGB ini. Di rombongan Silir BGB ini aku dan teman-teman memang berbeda keyakinan, aku berkeyakinan kalau akulah yang paling ganteng dalam kelompok ini sedangkan mereka berkeyakinan kalau merekalah yang ganteng.
Sekarang aku telah membaur dengan teman-teman menggunakan kaos hitam dan celana hitam, satu hal yang aku tidak bisa membaur dengan mereka adalah warna kulitku yang putih sedangkan mereka hitam. Setelah lama berjalan tibalah kami di perempatan berlampu merah. Ini dia Hot Spot yang cocok untuk mencari tumpangan. Kami menugaskan Mbakin untuk mencari tumpangan mencapai tempat selanjutnya.
Lama sekali sejak kami tiba di perempatan itu tapi tak ada satupun truk yang mau kami tumpangi. Kami sudah menanyai supir truk, supir colt, supir odong-odong, sampai supir F1 kami tanyai tetap tak ada yang mau kami tumpangi. Khencing mendekatiku dengan maksud bertukar pikiran walau aku tak mau bertukar pikiran dengan dia karna aku tau pikirannya 70% ngeres dia tetap memaksaku. Dari hasil bertukar pikiran tadi aku tau maksud Khencing yang sebenarnya yaitu menggunakan kekuatan si Wah...
“hei lihat itu! Ada truk besar, pasti dia mau mengantarkan kita.” Saat aku belum selesai mengetik tulisan yang tadi Plolong dengan penglihatan super dekatnya memberitahu kami kalau ada truk yang datang. Kami bergegas berlari selayaknya dikejar bencong menuju truk tadi. Untung supirnya baik hati tidak sombong dan rajin mengecek tekanan angin pada ban truknya.
Truk itu mengangkut pecahan beling yang dimasukkan kedalam karung-karung. Duduk merasa tidak nyaman, rasanya butuh pembalut berlapis dengan sayap serta lebih panjang 10cm yang cepat menyerap cairan agar tidak bocor. Lama sekali perjalanannya karena truk mereyap dengan pelan. Akhirnya di perempatan Gemolong kami diturunkan.
Tak berselang lama truk yang berikutnya datang menjemput kami, seolah telah dimantrai oleh Wahkun truk langsung berhenti didepan kitan dan truknya bersih tanpa muatan dan menurunkan kita sampai Joglo daerah Solo. Cepet banget kan ceritanya? Ya emang aku bikin cepet biar ceritanya sampai di jogja.
Sesampainya di Joglo, aku dan rombongan mencari jalan menuju ke stasiun terdekat. Jalan kaki, itulah cara yang termudah, termurah, dan termelelahkan yang selalu kami gunakan untuk mencapai suatu tempat. Karna hawa pada siang itu panas bercampur rasa lelah dan haus kami putuskan untuk beristirahat didepan pasar yang entah apa namanya. Membeli es adalah hal pertama yang kami pikirkan. Dimpil yang memang membawa uang pesangon 200ribu Won menyuruh Peppy dan Plolong membeli es. Sedangkan aku bersama Khencing membaca buku ‘Poconggg emang Lekong’ buku ini memang fenomenal dikalangan remaja, kita sudahi dulu membahas buku Pocongg emang Lekong ini kalau keterusan nanti aku malah ngebuat resensi buku.
Anggota rombongan yang lain asik memanjat pohon talok yang kebetulan buahnya sedang merah sembari menunggu Plolong dan Peppy yang membeli es di terusan Suez. Saat Peppy dan Plolong datang membawa es marimas rasa jeruk yang segar Bassong secepat kilat menyambar es marimas yang dibawa oleh Peppy. Dalam kelompok ini Bassong lah yang paling menjadi ancaman bagi kami dikarenakan minumnya yang seperti unta, sekali minum dia dapat membuat kering Waduk kedung ombo dalam beberapa detik saja. Kebayang kan betapa menderitanya kami saat Bassong menyambar minuman yang seharusnya untuk bersama. Jika kalian membaca bagian tadi dan merasa kasihan, segeralah ketik REG (spasi) KASIHAN kirim ke 9090. di tunggu smsnya ya.
Perjalanan kami dilanjutkan setelah sejenak istirahat tadi. Plolong aku suruh didepan karena matanya lah yang paling tajam. Setelah beberapa lama kami berjalan sampailah kami di Stasiun Jebres solo. (cerita sebenarnya kami tidak berjalan melainkan naik bus dengan biaya 1000 yen per orang.) sesampainya disana kita foto-foto dulu untuk mengabadikan moment yang indah ini.
“ayo kita foto disini dulu!” ajak Dimpil yang mempunyai kamera dengan gambar yang bagus. Kami mengambil posisi dan memasang tampang Cute dengan ciri khas masing-masing. Boqi memamerkan rambutnya yang Kribo, Khencing memamerkan bulu hidungnya yang memang panjang, Bassong memamerkan gayanya yang kebetulan dibuat seperti Justin Beliberas, Wahkun dengan aura mistisnya, Bendot dengan perutnya, Plolong yang sudah jelas dengan matanya, Yono dengan mati gayanya dan yang terpenting adalah aku lupa mengapa aku mengetik bagian ini.
“sudah kefoto ni... gantian-gantian” ajak Dimpil memelas. Tapi kami hanya berkata. “udah ayo cepet ke stasiun, ntar kehabisan tiket!” Dimpil ditinggalkan sendiri di belakang, dia merasa dikhianati teman-temannya, tangannya menggenggam kuat yang menunjukan kebencian, kepalanya makin membesar dan mengeluarkan asap, suasana menjadi suram dalam radius 30cm dari Dimpil, awan mendung juga perlahan mendatanginya. Sempat ku berpikir untuk mengubah judul cerita ini menjadi ‘MALANGNYA NASIB DIMPIL’
Di Stasiun Bocah-bocah pada pergi ke toilet yang bertuliskan GRATIS tapi kenyataannya di dalam ada petugas yang memungut biaya. Setelah aku selidiki ternyata ada tulisan kecil seperti ini “-“ kecil banget kan? Aku jadi gak bisa baca apalagi kamu. Gak penting juga sih ini dibahas.
Jam di hp sudah menunjukkan 14:30 waktu afganistan bagian tenggara, itu berarti kereta akan segera berangkat, semua orang telah membeli tiket seharga $10 untuk naik kereta Pramex. Bukan hanya kami saja yang akan naik kereta ternyata banyak juga orang yang mau naik kereta disini. (ya iyalah namanya juga di Stasiun masak mau naik becak.. Idiot banget ni yang baca.) sementara itu Mbakin menanyai orang-orang layaknya Mr. Takon (Ageng) yang sayang sekali tidak ikut dalam acara ke jogja kali ini. Pertanyaan Mbakin sama sekali tidak berbobot karna dia bertanya seperti ini. “pak ini namanya kereta ya?” “pak kereta ini jalannya di rel ya?” “pak itu istri simpanan ya pak?” “mbak masih prawan ya?” ya pertanyaan seperti itulah yang tak bermutu di ajukannya pada semua calon penumpang di Stasiun sampai datangnya kereta.
Ketika di atas kereta kami mengambil tempat duduk di gerbong kedua dari depan. Mulanya sangat sepi, tapi semua berubah ketika semut api menyerang, Gatal-gatal ketua dari empat penyakit melanda kami, saat kami butuh minyak akyu putih untuk menetralisir gatal tersebut, kami lupa membawanya. 100 detik kemudian Wahkun dan Plolong yang memang mempunyai kemampuan khusus menemukan Mukena baru, walau aku tau Mukena itu milik orang, tapi aku yakin yang punya telah turun. (apa hubungannya Mukena ma gatal-gatal? Tapi kejadian Wahkun menemukan Mukena itu Asli.)
Sudah sampai stasiun solo balapan yang terkenal itu rupanya. Terlihat samar-samar wanita putih cantik bening dan tidak transparan datang bersama ibu dan adiknya. Aku yang duduk diantara Khencing dan Tuwek memberi tahu kepada mereka berdua tentang cewek itu. Tak disangka-sangka teman-teman yang lain yang duduk bersebrangan denganku juga melihatnya. Kami secara bersamaan menyanyikan lagu Pocari Sweat yang ada cewek berambut mangkok naik sepeda ~hatesiani aoi toko o e boku tachi wa mila ite ino garu day by day imao mutsuyo o~ kurang lebih seperti itu karena memang ceweknya putih kayak orang jepang.
Seperti telah menyadari kalu dia disambut, cewek itu berhenti tepat didepanku, segera aku mengakhiri kegiatan membaca buku Poconggg emag Lekong bersama khencing. Aku melihatnya mulai dari ujung kaki sampai ujung kulon, saat kulihat wajahnya yang begitu kalem dan cantik, hatiku berdetak kenchang di dekat Kenching. Kupinjam kacamata silver yang dibawa Tuwek untuk menyamarkan lirikanku terhadapnya.
“putih banget ni cewek mang, kayak orang korea,” bisik kenching padaku. “dia tu kayak orang jepang.” Jawabku tak setuju pada Khencing. Sejak dulu kami sering bersaing tentang Korea dengan Jepang, aku terobsesi oleh Jepang sedangkan Khencing terobsesi oleh Korea. “ketiaknya putih banget tu lihat.” Bisik Khencing lagi yang memang pandangan lurusnya tepat pada ketiak cewek itu. Aneh banget si Khencing bukannya lihat wajah cewek malah lihat ketiaknya, emang kalau cewek ketiaknya putih itu cantik ya?
Dari semua anggota Silir BGB yang tak dapat menikmati keindahan cewek ini hanya Boqi. Boqi menyendiri dipojokan dekat pintu dan hanya termenung meratapi rambutnya yang tak bisa lurus serta tak bisa mengobrol dengan teman-temannya. Wahkun yang semula aku akan memanfaatkan kesaktiannya untuk memelet cewek bening ini malah dia lagi asik meniduri si Kojek, jangan berpikiran ngeres kalau meniduri itu adalah dalam arti yang tidak sebenarnya, artinya Wahkun sedang tidur bersandar pada Kojek.
Mengetahui Wahkun sedang tertidur serasa kepercayaan diriku hilang oleh cewek yang bening didepanku ini. Aku mencari perhatian dengan ikut tertawa saat membaca buku Poconggg emang Lekong. Usahaku ternyata berhasil, dia melirik buku dan membaca sambil senyam senyum, melihat senyumnya tu rasanya kayak meluncur sampai ke mars, salaman dengan dewa zeus, tertabrak meteor mengarah ke bumi dan berakhir dengan kepunahan. Hah... hatiku rasanya sejuk sekali.
Ditengah berbunga-bunganya hatiku melihat cewek bening yang mungkin blasteran jepang ini, datanglah om-om dan tante-tante sebut saja Grandong dan Lampir. Mereka berdua merusak suasana yang ada sehingga suasana hatiku yang sejuk ini berubah menjadi suram dikarenakan perhatian cewek bening yang semula ada pada kami berubah kepada Lampir dan Grandong. bersambung...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar