Kamis, 03 Mei 2012

sekolah sihir part 6


Sudah sekitar satu jam meraka berdua naik Pegasus, namun masih belum terlihat juga rombongan karpet biru. Altar merasa selangkangannya mati rasa karena naik Pegasus tanpa pelana. Meskipun Pegasus terbang tapi dia terbang bagaikan kuda saat berlari ditanah, ya begitu lah agak tidak nyaman.
“Jadi, kenapa kamu bisa tersasar sampai karpet merah tadi?” Tanya Tatang membuka percakapan.
“Eh anu… tadi pas dari pasar sihir aku asal naik karpet, jadi aku tidak tau kalau ada dua karpet.” Jawab Altar gugup.
“Tapi kau berani sekali ya menyemprot Profesor Molak Malik. Aku akui kau anak yang hebat.” Puji Tatang dengan senyum. Altar merasa bangga akan perbuatannya walaupun dia sadar itu bukan perbuatan terpuji.
“Siap-siap saja menerima mimpi buruk pada pelajarannya nanti. Kau kenal Hitler?  Hitler Iler murid terjahil sepanjang sejarah Wahkun saja tidak berani melakukan hal tersebut.” Tambahnya dengan ekspresi senyum lagi.
“Ja…ja…jadi aku?” Tanya Altar tergagap dan tidak bermaksud meniru Aziz gagap.
“Iya benar kau yang pertama, untung hari ini dia berbentuk nyamuk. Coba kalau dia berbentuk buaya, kau pasti sudah kehilangan anggota tubuhmu. Pokoknya parah deh hukuman guru yang satu itu. Hitler dulu diberi kutukan kumisnya tidak akan tumbuh panjang lebih dari lubang hidungnya mengerikan bukan? Kira-kira kutukan untukmu apa ya nanti?”
Mendengar itu Altar seperti tak punya tenaga lagi untuk berbicara. Keringatnya dingin, wajahnya pucat, bulu keteknya rontok seketika, dihari pertamanya ah bukan sebelum hari pertamanya dia sudah membuat kacau apakah saat sampai di selokan eh maksudnya sekolah nanti dia akan langsung dikeluarkan. Apa kata kedua orang tuanya nanti? Apa kata teman-teman sebayanya nanti? Dengan apa dia menafkahi anak istrinya kelak? Bagaimana kalau ibu mertuanya ngomel terus? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar dikepala Altar terutama pertanyaan yang terakhir. Anak itu memang telah memikirkan masa depannya. Salut aku dengan si Altar.
Tak sadar mereka sudah berada diatas danau, danaunya bersih tanpa sampah dan airnya bening seperti tanpa kaca, clinks. Dari atas terlihat segerombolan ikan teri dan beberapa ikan cucut di pinggir danau. Samar-samar terlihat mahluk besar berenang dalam danau. Benar-benar besar sampai-samapi timbul gelombang saat dia lewat.
“Ternyata sudah pulang ya? Besok harus menyediakan banyak persediaan makanan yang besar. Kenapa tahun ini banyak monster-monster yang pulang ya?” Gerutu Tatang tak jelas. Altar yang mendengarnya menjadi berpikir aneh-aneh lagi. Bagaimana kalau aku jatuh dan monster itu memakanku? Bagaimana kalau tiba-tiba monster barusan meloncat dan memakan kita? Bagaimana kalau tidak ada apa-apa dan cerita ini tiba-tiba selesai? Begitu pikir Altar tak masuk akal lagi.
“Altar, lihat Jek itu Altar!” terdengar suara sayup-sayup yang sudah tidak asing lagi ditelinga Altar.
“Nanda?! Jek?!” Altar berpura-pura kaget agar terlihat merindukan sekali kedua orang itu.
Nanda dan Jek ada di atas karpet terbang berwarna biru raksasa yang terapung diatas danau, anak-anak kelas satu yang lain juga ada disana dan mereka menatap Tatang Surantang yang memang tampan menaiki Pegasus yang otomatis membuat penampilannya begitu keren. Bayangkan saja Tatang itu adalah pria tampan karena jika saya mendiskripsikannya akan berbeda dengan arti tampan sebenarnya. (sebenarnya tulisan gak penting sebelumnya itu hanya digunakan untuk lebih panjang saja, termasuk tulisan ini dan jika anda membaca ini anda seharusnya merasa tertipu.)

to be berlanjut...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar