Kamis, 19 April 2012

SEKOLAH SIHIR PART 5


Altar merasa bersalah atas apa yang ia telah lakukan. Ada sebuah pemikiran dalam otak Altar untuk membantu menyelesaikan persoalan ini, bukan dengan membangunkan Profesor Molak Malik dari tidurnya, bukan juga dengan mengeluarkan jaring dari pergelangan lengannya karena itu akan membuat penyamarannya ketahuan, melainkan Altar mencoba merapal mantra mencoba peruntungannya, tapi tak ada mantra yang Altar sebutkan dapat menghentikan karpet terbang raksasa itu, sebab mantra yang disebutkan terkesan asal-aslan aja semisal:
“Ada operasi polisi di depan.”
“Stop salah arah.”
“Bang kiri bang!”
Dia sadar usahanya ini sia-sia ketika ia ingat kalau mengucapkan mantra tak semudah membalikkan telapak tangan Godzilla. Perlu latihan dan sinkronisasi antara mantra dan gerakan tangan atau dalam hal ini tongkat sihir.
“Sudahlah, usahamu itu sia-sia saja. Kita sudah dekat dari sekolah, cara satu-satunya menghentikan benda ini adalah dengan membangunkan Profesor Molak Malik.” Jelas Warneng yang memandang kearah depan karpet dengan wajah dramatis.
“Apa yang terjadi jika kita tak berhenti pada waktunya kak?” Tanya Altar polos.
“Pertanyaan yang bagus. Kita mungkin akan jatuh ke danau dan diamakan oleh monster logness disana atau mungkin kita dicegat Godzilla ketika di tengah danau. Itu juga kalau Godzilla sudah pulang dari liburannya di Jepang, soalnya tahun lalu dia sering galau dan kepala sekolah menyuruhnya untuk…” Omongan Warneng terputus karena teriakan Angie.
“Aduh boook… danaunya udah keliatan tuh, eike jadi takut ni.” Kata Angie sambil menunjuk ke danau yang samar-samar ada ekor raksasa terlihat membuat gelombang Tsunami kecil-kecilan.
Semua orang semakin panik dan berlari-lari kecil membentuk pola melingkar sambil berteriak-teriak memekakan telinga.
“Ini semua karena ulah si anak kelas satu itu.”
“Iya anak itu pembawa sial.”
“Ayo kita bakar dia!”
“Aku setuju, ayo kita bakar dia itu seorang penyihir!”
Orang-orang mencerca perbuatan Altar yang membuat kekacauan di karpet merah raksasa ini. Warneng berusaha keras menghalangi orang-orang untuk main hakim sendiri terhadap Altar. Akhirnya mereka memutuskan untuk tidak main hakim sendiri dan mengubahnya menjadi main hakim bareng-bareng.
Apalah daya kekuatan Warneng melawan puluhan orang yang ingin mengkroyok Altar runtuh seketika. Altar merasa ketakutan waktu itu dan merunduk berlindung dari pukulan orang-orang.
“Hei kalian semua hentikan!”
Suara itu datang dari atas mereka. Seorang pria tampan menaiki seekor Pegasus putih rambutnya panjang tertiup angin, maksud saya rambut pegasusnya yang panjang bukan orang yang naik karena nanti kalau tidak dijelaskan ada salah persepsi antara pembaca dan penulis yang mungkin menimbulkan konflik dan berujung pada pengadilan. Berlebihan banget deh kayaknya.
Pria tampan itu mengacungkan tongkat sihirnya kearah anak-anak yang mau main hakim bareng-bareng. Anak-anak itu terdiam dan tertunduk malu.
“Sudah kalian makan dulu sana! Ada mie Mantap special rasa naga bakar.” Sambil menjentikan tongkat sihirnya dia memacu Pegasusnya mengitari karpet dan keluarlah semangkuk mie Mantap special rasa naga bakar.
“kak Warneng siapa orang itu?” Tanya Altar pada Warneng yang baru saja bangun karena tadi terjatuh ditabrak oleh orang-orang.
“Oh, dia itu koki sekolah sihir kita si Tatang Surantang. Masakannya memang paling enak tapi jangan pernah menanyakan resepnya karena kau akan kehilangan selera makanmu.” Jelas Warneng pada Altar, dan Altar hanya mengangguk-angguk sambil membunyikan musik punk rock yang membuatnya seperti anak punk.
Ya memang si penunggang Pegasus itu adalah koki di sekolah sihir Wahkun. Tatang menyipitkan matanya seperti orang cina dan menyisir seisi karpet merah seakan mencari sesuatu. Pandangannya berhenti ketika melihat Profesor Molak Malik berwujud nyamuk terbaring lemas diantara para wanita yang sedang makan mie. Dia lalu turun dari Pegasus mendatangi Profesor Molak Malik.
“Sudah kuduga ada yang tidak beres, tomboteko lorolungo.” Mantra yang aneh diucapkan Tatang. sepertinya si Tatang adalah penyihir kelas atas karena menguasai mantra sesulit itu piker Altar.
Profesor Molak Malik terlihat sudah sadar. Dia berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi padanya. Dia sepertinya telah ingat dan memandang Altar dengan mata nyamuk kecilnya.
“Tatang kemarilah! Ada sesuatu yang ingin kuperintahkan padamu tentang anak kelas satu yang satu itu.” Tatang mendekat dan mereka saling berbisik. Tak begitu lama mereka berbisik dan jika mau tau pastinya berapa lama, mereka berhenti ketika anda membaca tepat pada bagian ini.
Tatang mendekat kearah dan perasaan adegan si Tatang ini mendekat melulu, baca aja lagi kalau gak percaya. Dasar si Tatang kurang kerjaan.
“Altar ikutlah denganku! Disini bukanlah tempatmu berada.” Dengan menggandeng tangan Altar, Tatang memanggil pegasusnya bukan dengan siulan melainkan suara kentutnya yang merdu.
“Sebenarnya kenapa aku akan kau bawa?” Tanya Altar dengan mata memelas dan berkaca-kaca.
“kembali ke karpet biru bersama teman-temanmu tentunya.” Jawab Tatang sambil tersenyum.
Altar merasa senang dapat kembali bersama teman-temannya yang sebaya. Meraka berdua mulai menaiki Pegasus dan terbang menjauh dari karpet merah berisi orang-orang yang rakus memakan mie.

2 komentar: